Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia. Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa. Kemudian pada Prasasti Padang Roco tahun 1286 dipahatkan swarnnabhūmi dan bhūmi mālayu untuk menyebut pulau ini. Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dari abad ke-14 juga kembali menyebut "Bumi Malayu" (Melayu) untuk pulau ini.
Asal nama Sumatra berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatra, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang.
Pulau Sumatera memiliki sejarah panjang tentang berdirinya kerajaan-kerajaan atau kesultanan di pulau tersebut. Berikut ini beberapa kerajaan atau kesultanan yang pernah dan masih ada di pulau SUmatera.
Kesultanan Aceh (1496–1903) M
Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507.
Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kerajaan Aru/Haru (Abad 13 - 16) M
Kerajaan Aru atau Haru merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara sekarang. Nama kerajaan ini disebutkan dalam Pararaton (1336). Dalam laporannya, Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Aru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu.
Kerajaan Aru telah terwujud pada abad ke-13, sebagaimana beberapa utusannya telah sampai ke Tiongkok, yaitu pertama di tahun 1282 dan 1290 pada zaman pemerintahan Kubilai Khan. ada abad ke-14, sebagaimana disebutkan dalam Negara Kertagama karangan Prapanca bahwa Harw (Aru) kemudian menjadi daerah vasal (bawahan) Kerajaan Majapahit, termasuk juga Rokan, Kampar, Siak, Tamiang, Perlak, Pasai, Kandis dan Madahaling.
Aru berhasil dikuasai Aceh dan Sultan Abdullah ditempatkan sebagai Wakil Kerajaan Aceh di Aru. Ratu Aru melarikan diri ke Melaka untuk meminta perlindungan kepada Gubernur Portugis, Pero de Faria. Dengan bukti-bukti itu secara tertulis, jelas Kerajaan Aru memang pernah wujud di Pantai Timur Sumatera paling tidak sejak abad ke 13 hingga awal abad ke-16
Kesultanan Barus (Abad 1524-1668) M
Pada abad ke-14, Kesultanan Barus merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Pagaruyung, bersama Tiku dan Pariaman, yang menjadi tempat keluar masuk perdagangan di Pulau Sumatera. Tahun 1524, Kawasan Barus juga dikuasai oleh Raja-raja dari dua dinasti, yaitu Barus Hulu dan Barus Hilir. Barus Hulu adalah Dinasti Pardosi yang berasal dari Toba, sedang Barus Hilir adalah Dinasti Hatorusan yang berasal dari Tarusan, Minangkabau, keturunan Raja Pagarruyung. Barus jatuh di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh. Posisi kesultanan ini kemudian menjadi vassal Aceh hingga tahun 1668.
Sejak kehadiran VOC pada tahun 1668, kedua raja ini memiliki sikap yang berbeda. Raja di Hulu menolak kehadiran VOC dan mengangkat setia kepada sultan Aceh, sedangkan Raja di Hilir menerimanya dan menentang monopoli Aceh di Barus. Pada abad ke-19, Barus berada di bawah kekuasaan Hindia-Belanda dan menjadi bagian propinsi Sumatra's Weskust yang berpusat di Padang.
Kesultanan Deli (1632–1946)
Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Indonesia). Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya Perang Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.
Kerajaan Dharmasraya (1183–1347) M
Dharmasraya adalah nama ibu kota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera. Nama ini muncul seiring dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra Chola I (raja Chola dari Koromandel) pada tahun 1025.
Kesultanan Samudera Pasai (1267–1521) M
Samudera Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun 1521.
Kerajaan Pagaruyung (1347–1825) M
Pagaruyung adalah kerajaan yang pernah berdiri di Sumatera, wilayahnya terdapat di dalam provinsi Sumatera Barat sekarang. Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri, setelah ditandatanganinya perjanjian antara Kaum Adat dengan pihak Belanda yang menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda.
Karena terdesak oleh Kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta bantuan kepada Belanda untuk bekerja sama dalam melawan Kaum Padri.Akibat dari perjanjian ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Belanda. Kemudian setelah Belanda berhasil merebut Pagaruyung dari Kaum Padri, pada tahun 1824 Yang Dipertuan Pagaruyung Raja Alam Muningsyah kembali ke Pagaruyung, namun pada tahun 1825 Sultan Arifin Muningsyah, raja terakhir di Minangkabau ini, wafat dan kemudian dimakamkan di Pagaruyung.
Kerajaan Inderapura (1347–1792) M
Kerajaan Inderapura merupakan sebuah kerajaan yang berada di wilayah kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat sekarang, berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Jambi. Secara resmi kerajaan ini pernah menjadi bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung. Walau pada praktiknya kerajaan ini berdiri sendiri serta bebas mengatur urusan dalam dan luar negerinya.Inderapura akhirnya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Air Haji menyerbu Inderapura karena pertengkaran komandannya dengan Sultan Inderapura, kemudian Sultan Inderapura mengungsi ke Bengkulu dan meninggal di sana (1824).
Kesultanan Palembang Darussalam (1550–1823) M
Berdirinya Kerajaan Palembang merupakan dampak atas penaklukan Kerajaan Sriwijaya oleh Majapahit pada tahun 1375 Masehi. Selepas penaklukan, ternyata Majapahit tidak dapat mengontrol wilayah Sriwijaya dengan baik yang berakibat terjadinya dominasi oleh para saudagar dari Tiongkok di wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Palembang itu. Kesultanan Palembang Darussalam adalah suatu kerajaan Islam di Indonesia yang berlokasi di sekitar kota Palembang, Sumatera Selatan sekarang. Kesultanan ini diproklamirkan menjadi kerajaan Islam oleh Sri Susuhunan Abdurrahman, dan dihapuskan keberadaannya oleh pemerintah kolonial Belanda pada 7 Oktober 1823.
Kesultanan Siak Sri Inderapura (1723–1945) M
Kesultanan Siak Sri Inderapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung. Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.
Kesultanan Pelalawan (1725–1946) M
Kesultanan Pelalawan atau Kerajaan Pelalawan yang sekarang terletak di Kabupaten Pelalawan, adalah satu dari beberapa kerajaan yang pernah berkuasa di Bumi Melayu yang turut serta berpengaruh dalam mewarisi budaya Melayu dan Islam di Riau. Diawali sekitar tahun 1725 M, Maharaja Dinda II memindahkan Pusat Kerajaan Tanjung Negeri dari Sungai Nilo ke Hulu Sungai Rasau. Hal ini terjadi dikarenakan wabah penyakit yang menyerang rakyat Tanjung Negeri sejak masa kekuasaan leluhurnya Maharaja Wangsa Jaya (1686 - 1691 M). Seiring perpindahan tersebutlah Maharaja Dinda II mengubah nama Kerajaan Tanjung Negeri menjadi Kerajaan Pelalawan.
Kerajaan Sriwijaya (600-an–1100-an) M
Sriwijaya adalah adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara. Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing, dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.
Kerajaan Inderagiri (1347–1945) M
Kerajaan Inderagiri merupakan sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri yang berada pada Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Sebelumnya kerajaan ini merupakan bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung dan sekaligus sebagai kawasan pelabuhan. Kemudian kerajaan ini diperebutkan oleh Kesultanan Jambi, Kesultanan Siak, dan Kesultanan Aceh.
Sampai tahun 1515, berdasarkan catatan perjalanan Tomé Pires dalam Suma Oriental kawasan Indragiri masih disebutkan sebagai kawasan pelabuhan raja Minangkabau, namun kerajaan ini diberi kebebasan mengatur urusan dalam dan luar negerinya sendiri. Wilayah kerajaan ini dilalui oleh Batang Kuantan (atau disebut juga Sungai Indragiri pada kawasan hilirnya).
Kesultanan Jambi (1616-1906) M
Kesultanan Jambi adalah kerajaan Islam yang berkedudukan di provinsi Jambi sekarang. Ibukota Kesultanan Jambi terletak di kota Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batang Hari. Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah itu. Pada 1616.
Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatera setelah Aceh dan pada 1670. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal. Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah Belanda. Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang. Tahun 1906 kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kesultanan Langkat (1568–1946) M
Kesultanan Langkat merupakan kerajaan yang dulu memerintah di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara sekarang. Pada tahun 1568, di wilayah yang kini disebut Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru dari Tanah Karo yang bernama Dewa Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan Kesultanan Aceh dan mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi cikal-bakal Kesultanan Langkat moderen.
Kesultanan Langkat runtuh bersamaan dengan meletusnya Revolusi Sosial yang didukung pihak komunis pada tahun 1946. Pada saat itu banyak keluarga Kesultanan Langkat yang terbunuh, termasuk Tengku Amir Hamzah, penyair Angkatan Pujangga Baru dan pangeran Kesultanan Langkat.
Kesultanan Serdang (1723–1946) M
Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1946. Kesultanan ini berpisah dari Deli setelah sengketa tahta kerajaan pada tahun 1720. Serdang ditaklukkan tentara Hindia Belanda pada tahun 1865. Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani tahun 1907, Serdang mengakui kedaulatan Belanda, dan tidak berhak melakukan hubungan luar negeri dengan negara lain. Dalam peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur tahun 1946, Sultan Serdang saat itu menyerahkan kekuasaannya pada aparat Republik.
Kesultanan Asahan (1630–1946) M
Kesultanan Asahan adalah sebuah kesultanan yang berdiri pada tahun 1630 di wilayah yang sekarang menjadi Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu, dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kesultanan ini ditundukkan Belanda pada tahun 1865. Kesultanan Asahan melebur ke dalam negara Republik Indonesia pada tahun 1946. Raja Abdul Jalil, Sultan pertama Asahan merupakan putra Sultan Iskandar Muda. Asahan menjadi bawahan Kesultanan Aceh sampai awal abad ke-19.
Kesultanan Lingga (1824–1911) M
Kesultanan Lingga merupakan Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Lingga, Kepulauan Riau, Indonesia. Berdasarkan Tuhfat al-Nafis, Sultan Lingga merupakan pewaris dari Sultan Johor, dengan wilayah mencakup Kepulauan Riau dan Johor.Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah merupakan sultan pertama kerajaan ini. Kemudian pada tahun 3 Februari 1911, kesultanan ini dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kesultanan Peureulak (840–1292) M
Kesultanan Peureulak adalah kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur. Sultan pertama Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah, yang mendirikan Kesultanan Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M). Ia mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.
Kerajaan Tulang Bawang (Abad 4-6) M
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang kerajaan ini. Sebab, ketika Kerajaan Sriwijaya berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar.
Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada seorang Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan
pelayaran ke India dan Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P‘o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya di pedalaman Sumatera.
Asal nama Sumatra berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatra, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang.
Pulau Sumatera memiliki sejarah panjang tentang berdirinya kerajaan-kerajaan atau kesultanan di pulau tersebut. Berikut ini beberapa kerajaan atau kesultanan yang pernah dan masih ada di pulau SUmatera.
Kesultanan Aceh (1496–1903) M
Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507.
Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kerajaan Aru/Haru (Abad 13 - 16) M
Kerajaan Aru atau Haru merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara sekarang. Nama kerajaan ini disebutkan dalam Pararaton (1336). Dalam laporannya, Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Aru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu.
Kerajaan Aru telah terwujud pada abad ke-13, sebagaimana beberapa utusannya telah sampai ke Tiongkok, yaitu pertama di tahun 1282 dan 1290 pada zaman pemerintahan Kubilai Khan. ada abad ke-14, sebagaimana disebutkan dalam Negara Kertagama karangan Prapanca bahwa Harw (Aru) kemudian menjadi daerah vasal (bawahan) Kerajaan Majapahit, termasuk juga Rokan, Kampar, Siak, Tamiang, Perlak, Pasai, Kandis dan Madahaling.
Aru berhasil dikuasai Aceh dan Sultan Abdullah ditempatkan sebagai Wakil Kerajaan Aceh di Aru. Ratu Aru melarikan diri ke Melaka untuk meminta perlindungan kepada Gubernur Portugis, Pero de Faria. Dengan bukti-bukti itu secara tertulis, jelas Kerajaan Aru memang pernah wujud di Pantai Timur Sumatera paling tidak sejak abad ke 13 hingga awal abad ke-16
Kesultanan Barus (Abad 1524-1668) M
Pada abad ke-14, Kesultanan Barus merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Pagaruyung, bersama Tiku dan Pariaman, yang menjadi tempat keluar masuk perdagangan di Pulau Sumatera. Tahun 1524, Kawasan Barus juga dikuasai oleh Raja-raja dari dua dinasti, yaitu Barus Hulu dan Barus Hilir. Barus Hulu adalah Dinasti Pardosi yang berasal dari Toba, sedang Barus Hilir adalah Dinasti Hatorusan yang berasal dari Tarusan, Minangkabau, keturunan Raja Pagarruyung. Barus jatuh di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh. Posisi kesultanan ini kemudian menjadi vassal Aceh hingga tahun 1668.
Sejak kehadiran VOC pada tahun 1668, kedua raja ini memiliki sikap yang berbeda. Raja di Hulu menolak kehadiran VOC dan mengangkat setia kepada sultan Aceh, sedangkan Raja di Hilir menerimanya dan menentang monopoli Aceh di Barus. Pada abad ke-19, Barus berada di bawah kekuasaan Hindia-Belanda dan menjadi bagian propinsi Sumatra's Weskust yang berpusat di Padang.
Kesultanan Deli (1632–1946)
Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Indonesia). Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya Perang Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.
Kerajaan Dharmasraya (1183–1347) M
Dharmasraya adalah nama ibu kota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera. Nama ini muncul seiring dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra Chola I (raja Chola dari Koromandel) pada tahun 1025.
Kesultanan Samudera Pasai (1267–1521) M
Samudera Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun 1521.
Kerajaan Pagaruyung (1347–1825) M
Pagaruyung adalah kerajaan yang pernah berdiri di Sumatera, wilayahnya terdapat di dalam provinsi Sumatera Barat sekarang. Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri, setelah ditandatanganinya perjanjian antara Kaum Adat dengan pihak Belanda yang menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda.
Karena terdesak oleh Kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta bantuan kepada Belanda untuk bekerja sama dalam melawan Kaum Padri.Akibat dari perjanjian ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Belanda. Kemudian setelah Belanda berhasil merebut Pagaruyung dari Kaum Padri, pada tahun 1824 Yang Dipertuan Pagaruyung Raja Alam Muningsyah kembali ke Pagaruyung, namun pada tahun 1825 Sultan Arifin Muningsyah, raja terakhir di Minangkabau ini, wafat dan kemudian dimakamkan di Pagaruyung.
Kerajaan Inderapura (1347–1792) M
Kerajaan Inderapura merupakan sebuah kerajaan yang berada di wilayah kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat sekarang, berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Jambi. Secara resmi kerajaan ini pernah menjadi bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung. Walau pada praktiknya kerajaan ini berdiri sendiri serta bebas mengatur urusan dalam dan luar negerinya.Inderapura akhirnya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Air Haji menyerbu Inderapura karena pertengkaran komandannya dengan Sultan Inderapura, kemudian Sultan Inderapura mengungsi ke Bengkulu dan meninggal di sana (1824).
Kesultanan Palembang Darussalam (1550–1823) M
Berdirinya Kerajaan Palembang merupakan dampak atas penaklukan Kerajaan Sriwijaya oleh Majapahit pada tahun 1375 Masehi. Selepas penaklukan, ternyata Majapahit tidak dapat mengontrol wilayah Sriwijaya dengan baik yang berakibat terjadinya dominasi oleh para saudagar dari Tiongkok di wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Palembang itu. Kesultanan Palembang Darussalam adalah suatu kerajaan Islam di Indonesia yang berlokasi di sekitar kota Palembang, Sumatera Selatan sekarang. Kesultanan ini diproklamirkan menjadi kerajaan Islam oleh Sri Susuhunan Abdurrahman, dan dihapuskan keberadaannya oleh pemerintah kolonial Belanda pada 7 Oktober 1823.
Kesultanan Siak Sri Inderapura (1723–1945) M
Kesultanan Siak Sri Inderapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung. Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.
Kesultanan Pelalawan (1725–1946) M
Kesultanan Pelalawan atau Kerajaan Pelalawan yang sekarang terletak di Kabupaten Pelalawan, adalah satu dari beberapa kerajaan yang pernah berkuasa di Bumi Melayu yang turut serta berpengaruh dalam mewarisi budaya Melayu dan Islam di Riau. Diawali sekitar tahun 1725 M, Maharaja Dinda II memindahkan Pusat Kerajaan Tanjung Negeri dari Sungai Nilo ke Hulu Sungai Rasau. Hal ini terjadi dikarenakan wabah penyakit yang menyerang rakyat Tanjung Negeri sejak masa kekuasaan leluhurnya Maharaja Wangsa Jaya (1686 - 1691 M). Seiring perpindahan tersebutlah Maharaja Dinda II mengubah nama Kerajaan Tanjung Negeri menjadi Kerajaan Pelalawan.
Kerajaan Sriwijaya (600-an–1100-an) M
Sriwijaya adalah adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara. Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing, dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.
Kerajaan Inderagiri (1347–1945) M
Kerajaan Inderagiri merupakan sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri yang berada pada Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Sebelumnya kerajaan ini merupakan bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung dan sekaligus sebagai kawasan pelabuhan. Kemudian kerajaan ini diperebutkan oleh Kesultanan Jambi, Kesultanan Siak, dan Kesultanan Aceh.
Sampai tahun 1515, berdasarkan catatan perjalanan Tomé Pires dalam Suma Oriental kawasan Indragiri masih disebutkan sebagai kawasan pelabuhan raja Minangkabau, namun kerajaan ini diberi kebebasan mengatur urusan dalam dan luar negerinya sendiri. Wilayah kerajaan ini dilalui oleh Batang Kuantan (atau disebut juga Sungai Indragiri pada kawasan hilirnya).
Kesultanan Jambi (1616-1906) M
Kesultanan Jambi adalah kerajaan Islam yang berkedudukan di provinsi Jambi sekarang. Ibukota Kesultanan Jambi terletak di kota Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batang Hari. Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah itu. Pada 1616.
Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatera setelah Aceh dan pada 1670. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal. Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah Belanda. Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang. Tahun 1906 kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kesultanan Langkat (1568–1946) M
Kesultanan Langkat merupakan kerajaan yang dulu memerintah di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara sekarang. Pada tahun 1568, di wilayah yang kini disebut Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru dari Tanah Karo yang bernama Dewa Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan Kesultanan Aceh dan mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi cikal-bakal Kesultanan Langkat moderen.
Kesultanan Langkat runtuh bersamaan dengan meletusnya Revolusi Sosial yang didukung pihak komunis pada tahun 1946. Pada saat itu banyak keluarga Kesultanan Langkat yang terbunuh, termasuk Tengku Amir Hamzah, penyair Angkatan Pujangga Baru dan pangeran Kesultanan Langkat.
Kesultanan Serdang (1723–1946) M
Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1946. Kesultanan ini berpisah dari Deli setelah sengketa tahta kerajaan pada tahun 1720. Serdang ditaklukkan tentara Hindia Belanda pada tahun 1865. Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani tahun 1907, Serdang mengakui kedaulatan Belanda, dan tidak berhak melakukan hubungan luar negeri dengan negara lain. Dalam peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur tahun 1946, Sultan Serdang saat itu menyerahkan kekuasaannya pada aparat Republik.
Kesultanan Asahan (1630–1946) M
Kesultanan Asahan adalah sebuah kesultanan yang berdiri pada tahun 1630 di wilayah yang sekarang menjadi Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu, dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kesultanan ini ditundukkan Belanda pada tahun 1865. Kesultanan Asahan melebur ke dalam negara Republik Indonesia pada tahun 1946. Raja Abdul Jalil, Sultan pertama Asahan merupakan putra Sultan Iskandar Muda. Asahan menjadi bawahan Kesultanan Aceh sampai awal abad ke-19.
Kesultanan Lingga (1824–1911) M
Kesultanan Lingga merupakan Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Lingga, Kepulauan Riau, Indonesia. Berdasarkan Tuhfat al-Nafis, Sultan Lingga merupakan pewaris dari Sultan Johor, dengan wilayah mencakup Kepulauan Riau dan Johor.Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah merupakan sultan pertama kerajaan ini. Kemudian pada tahun 3 Februari 1911, kesultanan ini dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kesultanan Peureulak (840–1292) M
Kesultanan Peureulak adalah kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur. Sultan pertama Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah, yang mendirikan Kesultanan Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M). Ia mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.
Kerajaan Tulang Bawang (Abad 4-6) M
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang kerajaan ini. Sebab, ketika Kerajaan Sriwijaya berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar.
Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada seorang Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan
pelayaran ke India dan Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P‘o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya di pedalaman Sumatera.